Senin, 20 November 2017

Sepuluh Menit di November 2017 (Bagian 2)

       Kali ini aku benar-benar tidak mampu menutupi kesedihanku dengan senyum palsuku. Wajahku terasa kaku. Aku tidak bisa menyeringai seperti biasanya. Yang ingin kulakukan sekarang adalah bercerita tentang aku hari ini padanya. Tetapi aku tidak berani untuk mengiriminya pesan. Aku takut mengganggunya. Karena akhir-akhir ini dia jarang datang untuk belajar bersama, kupikir dia punya aktivitas yang lebih penting daripada ini.

       Kuhempaskan tubuhku di tempat tidur. Hari ini hari yang panjang juga melelahkan. Lapar. Mau makan tapi badan baunya minta ampun. Akhirnya kuputuskan untuk mandi terlebih dahulu.

       “Eh, Eka, sepatu Eka udah kakak angkatin. Di dekat tangga tadi kakak letak. Nampak, kan?”, kata seseorang yang melihatku.

       Suaranya yang nyaring membuatku kaget. Aku yang baru berjalan beberapa langkah keluar dari kamar menuju kamar mandi langsung tersadar. Aku baru ingat kalau tadi pagi aku mencuci semua pakaianku yang kotor, juga dua sepatu.

       “Oh, iya. Jemuran. Wih... matilah! Basah lagi. Makasih ya, Kak Aulia”, kataku heboh.

      Aku langsung bergegas menaiki anak tangga menuju lantai empat. Ternyata masih gerimis. Hujan hari ini begitu awet, ya. Pikirku begitu. Bulan dan bintang tidak terlihat. Hanya lampu gedung-gedung, rumah-rumah, dan lampu jalanan yang menghiasi malam ini. Walau gerimis, entah mengapa kurasa udara malam ini begitu menyejukkan.

       Aku mengangkat semua pakaianku. Syukurnya hanya sedikit lembab karena ternyata di daerah asrama hujannya tidak selebat di Sunggal. Saat aku berjalan mendekati pintu, aku bertemu dengan makhluk Tuhan yang begitu arogan.

       “Eh. Lagi ngapain, Kau?”, sapanya saat melihatku.
       “Entah. Entah lagi ngapain Eka ini, Bang”, jawabku datar.

       Entah mengapa setiap kali bertemu dia rasanya kepalaku ini mendadak panas. Bagaimana tidak. Dia satu-satunya penghuni asrama putra, astra, yang....


Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sepuluh Menit di November 2017 Bagian 6

        'Tumben Eka jelas ngomongnya. Biasanya setengah-setengah.' Entah mengapa kalimat ini membuatku ingat pada seseorang y...