Selasa, 19 Desember 2017

Sepuluh Menit di November 2017 Bagian 5

Jujur, sebenarnya aku begitu malas untuk melakukan hal selain tidur. Aku ingin tidur. Aku lelah dengan semua hal yang terjadi hari ini. Tapi aku segan untuk menolak ajakan Kak Aulia dan Kak Arin.
“Okelah”, jawabku mengiyakan tawaran mereka.
Akupun masuk ke kamar meraka. Saat aku ingin mengunci pintu kamar, tiba-tiba ada yang mendobrak paksa pintu itu. Akupun terdorong dan badanku menabrak lemari. Ah, cobaan apalagi ini.
“Eh, awak ikutlah”, kata orang yang mendobrak pintu dengan logat khasnya.
“Ya ampun, Rere. Jangan gitulah, dek. Kasian si Eka. Pelan-pelan kalo mau buka pintu. Nabrak lemari badannya. Hampir jatuh dia”, kata Kak Arin.
“Eh, Eka. Sorry lah, Ka. Nggak sengaja. Kirain tadi nggak bakal terdorong gitu.”
“Nggak apa-apa. Udah maklumnya Eka, Re. Memang gitunya, Rere. Tenaga Rere kan, kayak banteng.”
Perkataanku sontak membuat Kak Aulia dan Kak Arin tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha... banteng. Banteng betina”, kata Kak Aulia menimpali.
“Isss... kan. Awak bukan banteng, lho”, kata Rere dengan wajah yang cemberut.
“Sama aja itu.”
“Duh, maaf lah, Re. Cuma becanda. Maaf kalo keterlaluan.”
Rere hanya diam. Jelas terlihat dari raut wajahnya dia kesal dengan candaanku. Ah, lagi-lagi aku salah bicara.
“Udah-udah. Sinilah kalian. Nonton bareng kita”, kata Kak Arin mencairkan suasana.
Aku dan Rerepun duduk di kasur Kak Arin. Saat film itu mulai diputar, Kak Arin hanya main dengan gadgetnya saja. Sedangkan Kak Aulia duduk di kasurnya berfokus pada laptop lagi. Dia tidak ikut menonton karena dia punya tugas dan harus dikumpul besok.
Ternyata filmnya tentang nikah muda. Tentang dua mahasiswa yang... apa, ya? Sulit dijabarkan. Filmnya ada kok, di Youtube. Judulnya Teman ke Surga. Dari judulnya saja sudah membuatku tertarik, apalagi isinya. Eak....
Saat film itu selesai ditonton, terjadilah percakapan yang begitu mengharukan di antara kami berempat, walau entah dimana letak harunya.
“Ih, awak jadi pingin nikah muda.” 
“Eka juga, lho, Re.”
“Ya ampun. Tengoklah Kak Arin. Orang ini masih semester 1 udah pingin nikah.”
“Wah. Kalah pula kakak yang semester 7, ya.” 
“Kalo gitu Kak Arin duluanlah, Kak. Abis itu Kak Aulia.”
“Ah, kalian duluanlah abis Kak Arin. Kakak terakhir.”
“Nggak boleh gitulah, Kak. Nikah, kan, menyempurnakan separuh agama.” 
“Tumben Eka jelas ngomongnya, ya. Biasanya setengah-setengah.”
“Wih, Kak Arin ini. Suka bener kalau ngomong, ya.” 
“Hahaha... You are so funny, lho, Dek.”
'Tumben Eka jelas ngomongnya. Biasanya setengah-setengah.' Entah mengapa kalimat ini membuatku ingat pada seseorang yang saat bersamanya aku ingin menjadi kuat.
Bersambung.



Selasa, 05 Desember 2017

INGINKU

Aku tak ingin menyusahkan orang lain.
Untuk itu, setidaknya aku harus berlari.
Tapi, aku tak menyangka kalau berlari sendirian akan sesulit ini. 

 
Aku ingin bermain dengannya.
Walau hanya sebentar saja.
Pun dengan yang lain. 

 
Aku belum pernah berada di tempat seperti ini.
Semua orang memiliki tujuan yang sama.
Semua orang memiliki mimpi yang sama. 

 
Aku mengerti.
Aku masih belum layak memiliki impian yang serupa.
Tapi, suatu hari nanti, mungkin saja.... 


Aku ingin menjadi bagian dari mimpi itu!

 

#kaa #days

@ekagitharoszaliya_
@ekagithar

Sepuluh Menit di November 2017 Bagian 6

        'Tumben Eka jelas ngomongnya. Biasanya setengah-setengah.' Entah mengapa kalimat ini membuatku ingat pada seseorang y...